Jerit Peluit dari Bandung: Ekspresi Keprihatinan Para Seniman dalam Aksi "Jokowi Offside"

Jerit Peluit dari Bandung: Ekspresi Keprihatinan Para Seniman atas Situasi Kenegaraan

Kawasan di sekitar alun-alun Bandung sontak menjadi hingar dengan jeritan peluit yang berasal dari area Cikapundung River Spot.

Sore kemarin (Selasa, 7/11/2023), lebih dari seratus orang yang terdiri dari para seniman, budayawan, akademisi dan mahasiswa meniup peluit secara serentak sebagai simbol keprihatinan atas situasi kenegaraan saat ini.

Dalam orasinya, Dedy Djamaludin Malik, pakar komunikasi yang turut menggagas acara ini menegaskan bahwa kegiatan bertajuk “Jokowi Offside” ini merupakan ekspresi keprihatinan masyarakat sipil Jawa Barat tanpa mewakili bendera partai apapun.

 

Aksi seniman dan budayawan Bandung dalam "Jokowi Offside."
Aksi seniman dan budayawan Bandung dalam "Jokowi Offside." Foto: Mikrofon.id/Iman Haris M

Herry Dim, seniman serba bisa yang lebih dikenal di dunia seni lukis, ikut angkat bicara. Dilanjutkan dengan penampilan tarawangsa oleh Budi Dalton yang diiringi seniman tradisi dari Padepokan Pasir Ipis.

Acara kemudian dilanjutkan dengan pembacaan puisi oleh Gus Jur Mahesa, Dedi Koral, dan para seniman lainnya.

Dalam puisinya, Gus Jur Mahesa mengibaratkan dinamika kenegaraan Indonesia saat ini dengan pertandingan sepakbola yang tidak fair, ketika wasit ikut bermain dan masyarakat sebagai penonton merasa kecewa.

Kekecewaan yang juga terungkap dalam keterangan pers para seniman dan budayawan yang tergabung dalam Forum Masyarakat Sipil Jawa Barat tersebut.

Aksi seniman dan budayawan Bandung dalam "Jokowi Offside." Foto: Mikrofon.id/Iman Haris M
Aksi seniman dan budayawan Bandung dalam "Jokowi Offside." Foto: Mikrofon.id/Iman Haris M

“Tiba-tiba presiden, ketua MK, dan (yang kemudian jadi) cawapres itu hubungannya adalah ayah, anak, dan paman; mereka semua menjadi pemain dan sekaligus diantaranya menjadi pengatur permainan,” terangnya.

“Presiden yang seyogianya menjadi pusat agar keberlangsungan berbangsa dan bernegara ini fairplay, malah bermain hingga melewati garis batas permainan: Offside! Itu terbuktikan dengan lahirnya putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023,” jelasnya lagi.

Ekspresi keprihatinan tersebut mereka suarakan dengan meniup peluit bersama untuk mengingatkan Presiden Jokowi.

Menurut Djaelani, musikolog dan penggiat lembaga kebudayaan yang memimpin aksi meniup peluit bersama tersebut, “menunjukkan bahwa perlawanan rakyat dapat bersifat musikal dan harmonis.”

Baca Juga :   Pameran Scopophilia: Jelajah Tubuh Tiga Mahasiswa Film TV UPI

Para seniman dan budayawan ini mempertanyakan adab yang semestinya menjadi dasar dari berbagai aspek kehidupan, begitu juga dalam aspek hukum dan kenegaraan.

Lahirnya putusan MK terkait batas usia capres dan cawapres tersebut dianggap telah mencederai adab hukum, politik dan demokrasi negara kita.

“Manakala adab goyah, tercederai, apalagi roboh, maka peradaban runtuh. Peradaban hukum, politik, dan demokrasi kita (sekurang-kurangnya) menjadi tak terhormat,” tegasnya.

Posts created 8

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Begin typing your search term above and press enter to search. Press ESC to cancel.

Back To Top